Islamic

Kamis, 30 Desember 2010

Perumpamaan Dunia

Perumpamaan Dunia
Oleh :
Roosana Meitawati
 
 

Dalam kitab Irsyadul 'Ibad, Allaits meriwayatkan dari Jarir berkata: "Seseorang datang kepada Nabi Isa AS dan berkata, 'Saya ingin bersahabat dengan Anda dan selalu bersamamu'. Maka berjalanlah keduanya di tepi sungai dan makanlah keduanya, mereka memakan tiga potong roti.

Nabi Isa AS satu potong, dan satu potong untuk orang itu, dan sisanya satu potong. Kemudian Nabi Isa AS pergi minum ke sungai. Saat kembali ia tak menemukan satu potong roti sisanya di tempatnya, lalu ditanyakan kepada orang itu: 'Siapakah yang mengambil satu potong roti itu?' Jawab orang itu: 'Tidak tahu'. Maka Nabi Isa AS mendiamkannya dan berjalanlah kembali keduanya.

Tiba-tiba mereka melihat rusa dengan kedua anaknya, lalu dipanggil oleh Nabi Isa AS satu anak rusa itu dan disembelih kemudian dibakar dan dimakan berdua. Nabi Isa AS kemudian menyuruh anak rusa yang telah dimakan itu supaya hidup kembali, maka dengan izin Allah anak rusa itu hidup kembali. Lalu Nabi Isa AS bertanya:

'Demi Allah yang memperlihatkan bukti kekuasaan-Nya padamu, siapakah yang mengambil sepotong roti itu?' Jawab orang itu: 'Tidak tahu.' Kemudian mereka berdua melanjutkan perjalanan hingga sampai ke tepi sungai, lalu Nabi Isa AS memegang tangan orang itu, dan mengajaknya berjalan di atas air hingga keduanya sampai di seberang.

Nabi Isa as kemudian bertanya: 'Demi Allah yang memperlihatkan bukti ini, siapakah yang mengambil roti itu?' Jawab orang itu seperti semula: 'Tidak tahu!' Ketika perjalanan keduanya telah tiba di hutan dan saat duduk berdua, Nabi Isa AS mengambil tanah atau kerikil lalu diperintah: 'Jadilah emas dengan izin Allah'.

Maka tanah atau kerikil tadi menjadi emas, kemudian dibagi menjadi tiga bagian oleh Nabi Isa AS, dan beliau berkata: 'Untukku sepertiga, dan untukmu sepertiga, dan sepertiga lagi untuk orang yang mengambil roti.' Maka orang itu berkata: 'Akulah yang mengambil roti itu.' Nabi Isa AS menimpali: 'Maka ambillah semuanya untukmu.' Kemudian keduanya berpisah.

Orang itu beberapa saat kemudian didatangi oleh dua orang yang akan merampoknya. Namun orang itu berkata: 'Labih baik harta ini kita bagi tiga saja, bagaimana?' Kedua orang yang akan merampok orang itu setuju, lalu menyuruh salah seorang dari mereka untuk pergi ke pasar berbelanja makanan. Timbul perasaan dalam hati orang yang berbelanja itu: 'Untuk apa emas itu dibagi tiga, lebih baik makanan ini saya racuni agar keduanya mati.' Maka diberi racunlah makanan itu.

Namun kedua orang yang tinggal menunggu makanan pun merencanakan sesuatu untuk membunuh orang yang pergi berbelanja dan emas tersebut dibagi di antara mereka berdua. Maka, saat orang yang pergi berbelanja itu datang, segera saja dibunuh oleh kedua orang temannya, lalu emas tersebut dibagi di antara mereka berdua.

Karena lelah, dan lapar lalu mereka memakan makanan yang dibawa oleh orang yang pergi berbelanja tersebut yang telah diberi racun. Maka tidak berapa lama kemudian, matilah keduanya. Tinggallah emas itu di hutan dan disekitarnya tiga bangkai manusia. Ketika Nabi Isa AS kembali dalam perjalanan pulang dan melewati hutan itu, dan menyaksikan kejadian itu, maka ia berkata kepada para pengikutnya: 'Inilah gambaran dunia, maka berhati-hatilah kamu sekalian dari akibat yang ditimbulkannya.'
Sumber : Republika Online

Rabu, 29 Desember 2010

Medical Emergency Rescue Committe (MER-C) menyayangkan cara pemerintah

JAKARTA (Arrahmah.com) - Medical Emergency Rescue Committe (MER-C) menyayangkan cara pemerintah, aktifis dan lembaga peduli AIDS yang memperingati hari AIDS Sedunia pada tanggal 1 Desember lalu dengan membagi-bagikan produk kondom secara gratis kepada masyarakat.
Tidak hanya di Jakarta, pembagian kondom gratis juga marak terjadi di kota-kota lain di Indonesia. Selama beberapa tahun terakhir kegiatan pembagian kondom gratis selalu dilakukan dengan dalih untuk mencegah penularan virus HIV/AIDS. Padahal, menurut MER-C, cara seperti ini tidak menyentuh akar permasalahan melainkan malah menimbulkan pemahaman yang salah terhadap penggunaan kondom dan meningkatkan perilaku seks bebas di masyarakat.

MER-C juga mengatakan, data dari Departemen Kesehatan RI, jumlah penderita HIV/AIDS di Indonesia sampai dengan September 2010 sudah mencapai 22.726 orang. Jumlah ini diperkirakan baru sebagian kecil dari yang ada sebenarnya.
Oleh karena itu, MER-C sebagai sebuah lembaga sosial yang peduli terhadap isu-isu kesehatan dan kemanusiaan merekomendasikan cara-cara pencegahan dan pemberantasan HIV/AIDS yang sangat serius, yaitu:

Pertama, memutus mata rantai penularan HIV/AIDS dengan memberantas/melarang Narkoba dan seks bebas (baik heteroseksual & homoseksual) serta menindak tegas pengguna Narkoba dan pelaku seks bebas.

Kedua, menghentikan pembagian kondom gratis dan memberikan penjelasan yang benar mengenai kondom.

Kondom dirancang untuk alat kontrasepsi, bukan dirancang sebagai alat untuk mencegah virus HIV/AIDS. Kondom tidak bisa mencegah penularan HIV/AIDS karena ukuran pori kondom adalah 1/60 mikron jauh lebih besar dari virus HIV/AIDS yang hanya berukuran 1/250 mikron sehingga menyesatkan kalau kondom bisa mencegah HIV/AIDS. Gunakan kondom hanya sebagai alat kontrasepsi (Program KB);

Ketiga, mengisolasi penderita HIV/AIDS yang tidak bisa mengendalikan perilakunya (narkoba & seks bebas) sehingga mengancam orang lain tertular, disertai dengan terapi pengobatan yang benar;

Keempat, hidup bersama penderita HIV/AIDS bisa dilakukan jika penderita sudah dapat dikendalikan perilakunya (narkoba & seks bebas) dan mengikuti pengobatan yang dianjurkan;

Kelima, melakukan SCREENING MASSAL tes HIV/AIDS, khususnya pada pasangan calon pengantin;

Keenam, menolak hasil pertemuan di Jenewa (2nd & 3rd Consultation on HIV/AIDS and Human Rights di Jenewa 1996 & 2002) karena sejumlah pedoman pemberantasan HIV/AIDS tersebut malah meningkatkan penyebaran HIV/AIDS. (hidayatullah/arrahmah.com)
Raih amal shalih, sebarkan informasi ini...

Source: http://arrahmah.com/index.php/news/read/10160/mer-c-sesalkan-pemerintah-bagikan-kondom-gratis#ixzz0kWCFXLKY

Selasa, 28 Desember 2010

Prioritas Studi dan Perencanaan Pada Urusan Dunia

Prioritas Studi dan Perencanaan
Pada Urusan Dunia


KALAU kita pernah mengatakan tentang pentingnya ilmu atas amal dalam berbagai urusan agama, maka kita sekarang ini menegaskan mengenai pentingnya ilmu dalam urusan-urusan dunia.

Kita hidup sekarang ini pada zaman yang segala sesuatu didasarkan atas ilmu pengetahuan. Pada zaman kita sekarang ini sudah tidak lagi menerima hal-hal yang tidak teratur dan mengawur dalam hal-hal yang berkaitan dengan urusan kehidupan dunia.

Semua pekerjaan yang baik mesti didahului dengan studi kelayakan terlebih dahulu, dan harus dipastikan menghasilkan sesuatu yang memuaskan sebelum pekerjaan itu dimulai. Oleh karena itu, mesti ada perencanaan sebelum melakukannya, dan harus diperhitungkan secara matematis dan dilakukan berbagai penelitian sebelum pekerjaan itu dilakukan.

Dalam buku dan kajian-kajian yang lain saya pernah menyebutkan: "Sesungguhnya penelitian, perencanaan, dan studi kelayakan sebelum kerja dilaksanakan merupakan etos kerja yang telah ada pada Islam. Rasulullah saw adalah orang yang pertama kali melakukan perhitungan secara statistik terhadap orang-orang yang beriman kepadanya setelah dia berhijrah ke Madinah al-Munawwarah. Dan kesan dari perencanaan itu begitu terasa pada perjalanan hidup beliau dalam berbagai bentuknya.20

Seharusnya orang yang paling dahulu melakukan perencanaan hari esok mereka ialah para aktivis gerakan Islam, sehingga mereka tidak membiarkan semua urusan mereka berjalan tanpa perencanaan; tanpa memanfaatkan pengalaman di masa yang lalu; tanpa mencermati realitas yang terjadi pada hari ini; tanpa menimbang benar dan salahnya ijtihad yang pernah dilakukan; tanpa menilai untung-ruginya perjalanan umat kemarin dan hari ini; tanpa memiliki pengetahuan yang mendalam mengenai kemampuan dan fasilitas yang dimiliki oleh umat, baik yang berbentuk material maupun spiritual, yang tampak dan yang tidak tampak, yang produktif dan yang tidak produktif.

Perencanaan yang mereka buat itu mesti memperhatikan sumber kekuatan dan titik-titik kelemahan yang dimiliki oleh umat kita dan musuh-musuh kita; kemudian siapakah sebenarnya musuh kita yang hakiki? Siapakah musuh kita yang abadi dan musuh yang insidental? Siapakah di antara mereka yang mungkin dapat kita manfaatkan dan siapa yang tidak dapat dimanfaatkan? Siapa yang dapat kita ajak berdiskusi dan siapa yang tidak? Semua musuh harus kita pandang secara berbeda, karena pada hakikatnya mereka juga berbeda-beda.

Semua persoalan di atas tidak dapat diketahui kecuali dengan ilmu pengetahuan dan kajian yang objektif, yang sama sekali tidak emosional, bebas dari pelbagai pengaruh individual, lingkungan dan waktu sejauh yang dapat dilakukan oleh manusia; karena sesungguhnya kebebasan yang bersifat mutlak hampir dapat dikatakan mustahil.


Catatan Kaki:

20 Baca buku kami Ar-Rasul wal-'Ilm, cet. Mu'assasah ar-Risalah, Beirut dan Darus-Shahwah Islamiyyah.


   FIQH PRIORITAS : Sebuah Kajian Baru Berdasarkan Al-Qur'an dan As-Sunnah  
Dr. Yusuf Al Qardhawy
Robbani Press, Jakarta. Cetakan pertama, Rajab 1416H/Desember 1996M
media.isnet.org

Prioritas Ilmu Atas Amal

Prioritas Ilmu Atas Amal


DI ANTARA pemberian prioritas yang dibenarkan oleh agama ialah prioritas ilmu atas amal. Ilmu itu harus didahulukan atas amal, karena ilmu merupakan petunjuk dan pemberi arah amal yang akan dilakukan. Dalam hadits Mu'adz disebutkan, "ilmu, itu pemimpin, dan amal adalah pengikutnya."

Oleh sebab itu, Imam Bukhari meletakkan satu bab tentang ilmu dalam Jami' Shahih-nya, dengan judul "Ilmu itu Mendahului Perkataan dan Perbuatan." Para pemberi syarah atas buku ini menjelaskan bahwa ilmu yang dimaksudkan dalam judul itu harus menjadi syarat bagi ke-shahih-an perkataan dan perbuatan seseorang. Kedua hal itu tidak dianggap shahih kecuali dengan ilmu; sehingga ilmu itu didahulukan atas keduanya. Ilmulah yang membenarkan niat dan membetulkan perbuatan yang akan dilakukan. Mereka mengatakan: "Bukhari ingin mengingatkan orang kepada persoalan ini, sehingga mereka tidak salah mengerti dengan pernyataan 'ilmu itu tidak bermanfaat kecuali disertai dengan amal yang pada gilirannya mereka meremehkan ilmu pengetahuan dan enggan mencarinya."

Bukhari mengemukakan alasan bagi pernyataannya itu dengan mengemukakan sebagian ayat al-Qur'an dan hadits Nabi saw:

"Maka ketahuilah bahwa sesungguhnya tidak ada Tuhan selain Allah dan mohonlah ampunan atas dosamu dan atas dosa orang-orang mu'min, laki-laki dan perempuan..." (Muhammad: 19)

Oleh karena itu, Rasulullah saw pertama-tama memerintahkan umatnya untuk menguasai ilmu tauhid, baru kemudian memohonkan ampunan yang berupa amal perbuatan. Walaupun perintah di dalam ayat itu ditujukan kepada Nabi saw, tetapi ayat ini juga mencakup umatnya.

Dalil yang lainnya ialah ayat berikut ini:

"... Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara hamba-hamba-Nya, hanyalah ulama..." (Fathir: 28)

Ilmu pengetahuanlah yang menyebabkan rasa takut kepada Allah, dan mendorong manusia kepada amal perbuatan.

Sementara dalil yang berasal dari hadits ialah sabda Rasulullah saw:

"Barangsiapa dikehendaki kebaikan oleh Allah, maka dia akan diberi-Nya pemahaman tentang agamanya."2
Karena bila dia memahami ajaran agamanya, dia akan beramal, dan melakukan amalan itu dengan baik. Dalil lain yang menunjukkan kebenaran tindakan kita mendahulukan ilmu atas amal ialah bahwa ayat yang pertama kali diturunkan ialah "Bacalah." Dan membaca ialah kunci ilmu pengetahuan; dan setelah itu baru diturunkan ayat yang berkaitan dengan kerja; sebagai berikut:

"Hai orang yang berselimut. Bangunlah, lalu berilah peringatan! Dan Tuhanmu agungkanlah, dan pakaianmu bersihkanlah." (al-Muddatstsir: 1-4)
Sesungguhnya ilmu pengetahuan mesti didahulukan atas amal perbuatan, karena ilmu pengetahuanlah yang mampu membedakan antara yang haq dan yang bathil dalam keyakinan umat manusia; antara yang benar dan yang salah di dalam perkataan mereka; antara perbuatan-perbuatan yang disunatkan dan yang bid'ah dalam ibadah; antara yang benar dan yang tidak benar di dalam melakukan muamalah; antara tindakan yang halal dan tindakan yang haram; antara yang terpuji dan yang hina di dalam akhlak manusia; antara ukuran yang diterima dan ukuran yang ditolak; antara perbuatan dan perkataan yang bisa diterima dan yang tidak dapat diterima.

Oleh sebab itu, kita seringkali menemukan ulama pendahulu kita yang memulai karangan mereka dengan bab tentang ilmu pengetahuan. Sebagaimana yang dilakukan oleh Imam al-Ghazali ketika menulis buku Ihya' 'Ulum al-Din; dan Minhaj al-'Abidin. Begitu pula yang dilakukan oleh al-Hafizh al-Mundziri dengan bukunya at-Targhib wat-Tarhib. Setelah dia menyebutkan hadits-hadits tentang niat, keikhlasan, mengikuti petunjuk al-Qur'an dan sunnah Nabi saw; baru dia menulis bab tentang ilmu pengetahuan.

Fiqh prioritas yang sedang kita perbincangkan ini dasar dan porosnya ialah ilmu pengetahuan. Dengan ilmu pengetahuan kita dapat mengetahui apa yang mesti didahulukan dan apa yang harus diakhirkan. Tanpa ilmu pengetahuan kita akan kehilangan arah, dan melakukan tindakan yang tidak karuan.

Benarlah apa yang pernah diucapkan oleh khalifah Umar bin Abd al-Aziz, "Barangsiapa melakukan suatu pekerjaan tanpa ilmu pengetahuan tentang itu maka apa yang dia rusak lebih banyak daripada apa yang dia perbaiki."3

Keadaan seperti ini tampak dengan jelas pada sebagian kelompok kaum Muslimin, yang tidak kurang kadar ketaqwaan, keikhlasan, dan semangatnya; tetapi mereka tidak mempunyai ilmu pengetahuan, pemahaman terhadap tujuan ajaran agama, dan hakikat agama itu sendiri.

Seperti itulah sifat kaum Khawarij yang memerangi Ali bin Abu Thalib r.a. yang banyak memiliki keutamaan dan sumbangan kepada Islam, serta memiliki kedudukan yang sangat dekat dengan Rasulullah saw dari segi nasab, sekaligus menantu beliau yang sangat dicintai oleh beliau. Kaum Khawarij menghalalkan darahnya dan darah kaum Muslimin yang mendekatkan diri mereka kepada Allah SWT.

Mereka, kaum Khawarij ini, merupakan kelanjutan dari orang-orang yang pernah menentang pembagian harta yang pernah dilakukan oleh Rasulullah saw, yang berkata kepada beliau dengan kasar dan penuh kebodohan: "Berbuat adillah engkau ini!" Maka beliau bersabda, "Celaka engkau! Siapa lagi yang adil, apabila aku tidak bertindak adil. Kalau aku tidak adil, maka engkau akan sia-sia dan merugi. "

Dalam sebuah riwayat disebutkan, "Sesungguhnya perkataan kasar yang disampaikan kepada Rasulullah saw ialah 'Wahai Rasulullah, bertaqwalah engkau kepada Allah." Maka Rasulullah saw menyergah ucapan itu sambil berkat, "Bukankah aku penghuni bumi yang paling bertaqwa kepada Allah?"

Orang yang mengucapkan perkataan itu sama sekali tidak memahami siasat Rasulullah saw untuk menundukkan hati orang-orang yang baru masuk Islam, dan pengambilan berbagai kemaslahatan besar bagi umatnya, sebagaimana yang telah disyari'ahkan oleh Allah SWT dalam kitab suci-Nya. Rasulullah saw diberi hak untuk melakukan tindakan terhadap shadaqah yang diberikan oleh kaum Muslimin. Lalu bagaimana halnya dengan harta pampasan perang?

Ketika sebagian sahabat memohon izin kepada Rasulullah saw untuk membunuh para pembangkang itu, beliau yang mulia melarangnya; kemudian memperingatkan mereka tentang munculnya kelompok orang seperti itu dengan bersabda:

"Kalian akan meremehkan (kuantitas) shalat kalian dibandinglan dengan shalat yang mereka lakukan, meremehkan (kuantitas ) puasa kalian dibandingkan dengan puasa yang mereka lakukan; dan kalian akan meremehkan (kuantitas) amal kalian dibandingkan dengan amal mereka. Mereka membaca al-Qur'an tetapi tidak lebih dari kerongkongan mereka. Mereka menyimpang dari agama (ad-Din) bagaikan anak panah yang terlepas dari busurnya."
Makna ungkapan "tidak lebih dari kerongkongan mereka" ialah bahwa hati mereka tidak memahami apa yang mereka baca, dan akal mereka tidak diterangi dengan bacaan ayat-ayat itu. Mereka sama sekali tidak memanfaatkan apa yang mereka baca itu, walaupun mereka banyak mendirikan shalat dan melakukan puasa.

Di antara sifat yang ditunjukkan oleh Nabi tentang kelompok itu ialah bahwa,

"Mereka membunuh orang Islam dan membiarkan penyembah berhala."4
Kesalahan fatal yang dilakukan oleh mereka bukanlah terletak pada perasaan dan niat mereka, tetapi lebih berada pada akal pikiran dan pemahaman mereka. Oleh karena itu, mereka dikatakan dalam hadits yang lain sebagai:

"Orang-orang muda yang memilih impian yang bodoh." 5
Mereka baru diberi sedikit ilmu pengetahuan, dengan pemahaman yang tidak sempurna, tetapi mereka tidak mau memanfaatkan kitab Allah padahal mereka membacanya dengan sangat baik, tetapi bacaan yang tidak disertai dengan pemahaman. Mungkin mereka memahaminya dengan cara yang tidak benar, sehingga bertentangan dengan maksud ayat yang diturunkan oleh Allah SWT.

Oleh karena itu, Imam Hasan al-Bashri memperingatkan orang yang tekun beribadah dan beramal, tetapi tidak membentenginya dengan ilmu pengetahuan dan pemahaman. Dia mengucapkan perkataan yang sangat dalam artinya,

"Orang yang beramal tetapi tidak disertai dengan ilmu pengetahuan tentang itu, bagaikan orang yang melangkahkan kaki tetapi tidak meniti jalan yang benar. Orang yang melakukan sesuatu tetapi tidak memiliki pengetahuan tentang sesuatu itu, maka dia akan membuat kerusakan yang lebih banyak daripada perbaikan yang dilakukan. Carilah ilmu selama ia tidak mengganggu ibadah yang engkau lakukan. Dan beribadahlah selama ibadah itu tidak mengganggu pencarian ilmu pengetahuan. Karena ada sebagian kaum Muslimin yang melakukan ibadah, tetapi mereka meninggalkan ilmu pengetahuan, sehingga mereka keluar dengan pedang mereka untuk membunuh umat Muhammad saw. Kalau mereka mau mencari ilmu pengetahuan, niscaya mereka tidak akan melakukan seperti apa yang mereka lakukan itu."6
Ilmu Merupakan Syarat Bagi Profesi Kepemimpinan (Politik, Militer, Dan Kehakiman)

Dari uraian tersebut dapat dikatakan bahwa ilmu pengetahuan merupakan syarat bagi semua profesi kepemimpinan, baik dalam bidang politik maupun administrasi. Sebagaimana yang dilakukan oleh Yusuf as ketika berkata kepada Raja Mesir:

" ... sesungguhnya kamu (mulai) hari ini menjadi seorang yang berkedudukan tinggi lagi dipercaya pada sisi kami." Berkata Yusuf: "Jadikanlah aku bendaharawan negara (Mesir), sesungguhnya aku adalah orang yang pandai menjaga, lagi berpengetahuan." (Yusuf: 54-55)
Yusuf as menunjukkan keahliannya dalam pekerjaan besar yang ditawarkan kepadanya, yang mencakup pengurusan keuangan, ekonomi, perancangan, pertanian, dan logistik pada waktu itu. Yang terkandung di dalam keahlian itu ada dua hal; yakni penjagaan (yang lebih tepat dikatakan "kejujuran") dan ilmu pengetahuan (yang dimaksudkan di sini ialah pengalaman dan kemampuan). Kenyataan itu sesuai dengan apa yang dikatakan oleh salah seorang anak perempuan Nabi besar dalam surah al-Qashash:

"... karena sesungguhnya orang yang paling baik yang kamu ambil untuk bekerja (pada kita) ialah orang yang kuat lagi dapat dipercaya." (al-Qashash: 26)

Ia juga dapat dijadikan sebagai pedoman dalam dunia militer; sebagaimana difirmankan oleh Allah SWT ketika memberikan alasan bagi pemilihan Thalut sebagai raja atas bani Israil:

"... Nabi (mereka) berkata, "Sesungguhnya Allah telah memilihnya menjadi rajamu dan menganugerahinya ilmu pengetahuan yang luas dan tubuh yang perkasa..." (al-Baqarah, 247)
Pedoman itu juga sepatutnya diberlakukan dalam dunia kehakiman, sehingga orang-orang yang hendak diangkat menjadi hakim diharuskan memenuhi syarat seperti syarat yang diberlakukan bagi orang yang hendak menjadi khalifah. Untuk menjadi hakim itu tidak cukup hanya dengan menyandang sebagai ulama yang bertaqlid kepada ulama lainnya. Karena pada dasarnya, ilmu pengetahuan merupakan kebenaran itu sendiri dengan berbagai dalilnya, dan bukan ilmu pengetahuan yang diberitahukan oleh Zaid atau Amr. Orang-orang yang bertaqlid kepada manusia yang lainnya tanpa ada alasan yang membenarkan tindakannya, atau ada alasannya tetapi sangat lemah, maka orang itu dianggap tidak mempunyai ilmu pengetahuan.

Keputusan hukum yang diterima dari orang yang melakukan taqlid, adalah sama dengan kekuasaan yang dilakukan oleh orang yang tidak mempunyai ilmu pengetahuan, yang sangat penting. Akan tetapi ada batasan-batasan tertentu dan minimal bagi ilmu pengetahuan yang mesti dikuasai oleh hakim itu. Jika tidak, maka dia akan membuat keputusan hukum berdasarkan kebodohan dan akan menjadikannya sebagai penghuni neraka.

Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Buraidah dari Rasulullah saw bersabda,

"Ada tiga golongan hakim. Dua golongan berada di neraka, dan satu golongan lagi berada di surga. Yaitu seorang yang mengetahui kebenaran kemudian dia membuat keputusan hukum dengan kebenaran itu, maka dia berada di surga. Seorang yang memberikan keputusan hukum yang didasarkan atas kebodohannya, maka dia berada di neraka. Kemudian seorang yang mengetahui kebenaran tetapi dia melakukan kezaliman dalam membuat keputusan hukum, maka dia berada di neraka."7
Pentingnya Ilmu Pengetahuan Bagi Mufti (Pemberi Fatwa)

Persoalan yang serupa dengan kehakiman ialah pemberian fatwa. Seseorang tidak boleh memberikan fatwa kepada manusia kecuali dia seorang yang betul-betul ahli dalam bidangnya, dan memahami ajaran agamanya. Jika tidak, maka dia akan mengharamkan yang halal dan menghalalkan hal-hal yang haram; menggugurkan kewajiban, mewajibkan sesuatu yang tidak wajib, menetapkan hal-hal yang bid'ah dan membid'ahkan hal-hal yang disyariahkan; mengkafirkan orang-orang yang beriman dan membenarkan orang-orang kafir.

Semua persoalan itu, atau sebagiannya, terjadi karena ketiadaan ilmu dan fiqh. Apalagi bila hal itu disertai dengan keberanian yang sangat berlebihan dalam memberikan fatwa, serta melanggar larangan bagi siapa yang mau melakukannya. Hal ini dapat kita lihat pada zaman kita sekarang ini, di mana urusan agama telah menjadi barang santapan yang empuk bagi siapa saja yang mau menyantapnya; asal memiliki kemahiran dalam berpidato, keterampilan menulis; padahal al-Qur'an, sunnah Nabi saw, dan generasi terdahulu umat ini sangat berhati-hati dalam menjaga hal ini. Tidak ada orang yang berani melakukan hal itu kecuali orang-orang yang benar-benar mempunyai keahlian di dalam bidangnya, serta memenuhi syarat untuk persoalan tersebut. Betapa sulit sebenarnya untuk memenuhi syarat-syarat itu.

Sebenarnya Nabi saw sangat tidak suka kepada orang yang tergesa-gesa memberikan fatwa pada zamannya. Ada sebagian orang yang memberikan fatwa kepada salah seorang di antara mereka yang terluka ketika mereka berjinabat untuk mandi, tanpa mempedulikan luka yang dideritanya. Sehingga hal itu menyebabkan kematiannya. Maka Rasulullah saw bersabda,

"Karena mereka telah membunuhnya, maka semoga Allah akan membunuh mereka! Tidakkah mereka bertanya apabila mereka tidak tahu. Sebenarnya kalau mereka mau bertanya, maka orang itu bisa sembuh. Sebenarnya bagi orang seperti itu hanya cukup bertayammum saja..." 8
Lihatlah bagaimana Rasulullah saw menganggap bahwa fatwa yang diberikan oleh mereka sama dengan pembunuhan terhadap orang tersebut, sehingga beliau mendoakan mereka, "Semoga Allah juga membunuh mereka." Oleh karena itu, fatwa yang keluar dari kebodohan dapat membunuh jiwa dan membawa kerusakan. Dan pada akhirnya, Ibn al-Qayyim dan ulama yang lainnya sepakat untuk mengharamkan pemberian fatwa dalam urusan agama tanpa disertai dengan ilmu pengetahuan; berdasarkan firman Allah SWT:

"... dan (mengharamkan) mengada-adakan terhadap Allah apa yang tidak kamu ketahui." (al-A'raf: 33)
Banyak sekali hadits, qaul sahabat, dan generasi terdahulu umat ini yang melarang pemberian fatwa bagi orang-orang yang tidak berilmu pengetahuan.

Ibn Sirin berkata, "Seorang lelaki yang mati dalam keadaan bodoh itu lebih baik daripada dia mati dalam keadaan berkata tentang sesuatu yang dia tidak mempunyai ilmu pengetahuan tentang itu."

Abu Hushain al-Asy'ari berkata, "Sesungguhnya salah seorang di antara mereka ada yang memberi fatwa dalam suatu masalah. Jika hal ini berlaku pada zaman Umar, maka dia akan mengumpulkan para pejuang Perang Badar."

Lalu, bagaimana bila Umar melihat keberanian orang pada zaman kita sekarang ini?

Ibn Mas'ud dan Ibn 'Abbas berkata, "Barangsiapa memberi fatwa kepada orang ramai tentang apa saja yang mereka tanyakan kepadanya, maka dia termasuk orang gila."

Abu Bakar berkata, "langit mana yang melindungi diriku dan bumi mana yang akan menjadi tempat pijakanku, kalau aku mengatakan sesuatu yang tidak kuketahui."

Ali berkata, "Hatiku menjadi sangat tenang --dia mengucapkannya sebanyak tiga kali-- bila ada seorang lelaki yang ditanya tentang sesuatu yang dia ketahui, tetapi dia tetap mengatakan, 'Allah yang Maha Tahu.'"

Ibn al-Musayyab, tokoh senior tabi'in, apabila dia hendak memberikan fatwa dia berkata, "Ya Allah, selamatkan aku, dan benarkan apa yang keluar dari diriku."

Semua ini menunjukkan bahwa kita perlu sangat berhati-hati dalam memberikan fatwa. Selain itu, fatwa harus diberikan oleh orang-orang yang betul-betul memiliki ilmu pengetahuan, wawasan yang luas, wara', yang menjaga diri dari setiap kemaksiatan, tidak menuruti hawa nafsunya sendiri atau hawa nafsu orang lain.

Atas dasar uraian tersebut, sangatlah mengherankan bila para pelajar ilmu syariah --kebanyakan pelajar yang baru masuk pada fakultas ini-- tergesa gesa memberikan fatwa dalam berbagai persoalan yang sangat pelik, problema yang sangat penting, mendahului para ulama besar, dan bahkan berani menentang para imam mazhab besar, para sahabat yang mulia, dengan menyombongkan diri seraya mengatakan, "Mereka orang lelaki, dan kamipun orang lelaki."

Pertama-tama yang diperlukan oleh seseorang yang hendak memberikan fatwa ialah mengukur kemampuan dirinya sendiri, kemudian memahami berbagai tujuan syari'ah, memahami hakikat dan kenyataan hidup. Akan tetapi,sangat disayangkan bahwa mereka tertutup oleh penghalang yang sangat besar, yaitu ketertipuan dengan diri mereka sendiri. Sesungguhnya tiada daya dan kekuatan kecuali dari Allah SWT.

Pentingnya Ilmu Pengetahuan Bagi Da'i Dan Guru (Murobi)

Jika ilmu pengetahuan harus dimiliki oleh orang yang bergelut dalam dunia kehakiman dan fatwa, maka dia juga diperlukan oleh dunia da'wah dan pendidikan. Allah SWT berfirman:

"Katakanlah: "Inilah jalan (agama)-ku, aku dan orang-orang yang mengikutiku mengajak (kamu) kepada Allah dengan hujjah yang nyata..." (Yusuf: 108)
Setiap juru da'wah --dari pengikut Nabi saw-- harus melandasi da'wahnya dengan hujjah yang nyata. Artinya, da'wah yang dilakukan olehnya mesti jelas, berdasarkan kepada hujjah-hujjah yang jelas pula. Dia harus mengetahui akan dibawa ke mana orang yang dida'wahi olehnya? Siapa yang dia ajak? Dan bagaimana cara dia berda'wah?

Oleh karena itu, mereka berkata tentang orang rabbani: yaitu orang yang berilmu, beramal, dan mengajarkan ilmunya; sebagaimana diisyaratkan dalam firman Allah SWT:

"... akan tetapi (dia) berkata, 'Hendaklah kamu menjadi orang-orang rabbani (yang sempurna ilmu dan taqwanya kepada Allah), karena kamu selalu mengajarkan al-Kitab dan disebabkan kamu telah mempelajarinya." (Ali 'Imran: 79)
Ibn Abbas memberikan penafsiran atas kata "rabbani" sebagai para ahli hikmah sekaligus fuqaha.9

Ada yang berpendapat bahwa yang dimaksud dengan rabbani ialah orang yang mengajar manusia dengan ilmu kecilnya sebelum ilmu itu menjadi besar.

Yang dimaksud dengan ilmu kecil ialah ilmu yang sederhana dan persoalannya jelas. Sedangkan ilmu besar ialah ilmu yang pelik-pelik. Ada pula yang mengatakan bahwa rabbani ialah orang yang mengajarkan ilmu-ilmu yang parsial sebelum ilmu-ilmu yang universal, atau ilmu-ilmu cabang sebelum ilmu-ilmu yang pokok, ilmu-ilmu pengantar sebelum ilmu-ilmu yang inti.10

Yang dimaksudkan dengan pernyataan itu ialah bahwa pengajaran itu dilakukan secara bertahap, dengan memperhatikan kondisi dan kemampuan orang yang diajarnya, sehingga dapat ditingkatkan sedikit demi sedikit.

Persoalan yang perlu diperhatikan oleh orang yang bergerak dalam bidang da'wah dan pendidikan ialah bahwa juru da'wah dan pendidik itu mesti mengambil jalan yang paling mudah dan bukan jalan yang susah; memberikan kabar gembira dan tidak menakut-nakuti mereka; sebagaimana disebutkan dalam sebuah hadits yang disepakati ke-shahih-annya oleh Bukhari dan Muslim,

"Permudahlah dan jangan mempersulit, berilah kabar gembira dan jangan membuat mereka lari."11
Al-Hafizh ketika memberikan penjelasan terhadap hadits ini mengatakan,

"Yang dimaksudkan dengan hal ini ialah menarik simpati hati orang yang hampir dekat dengan Islam, dan tidak melakukan da'wah dengan cara yang keras dan kasar pada awal mula kegiatan da'wah itu. Begitu pula hendaknya kecaman terhadap orang yang suka melakukan kemaksiatan. Kecaman itu hendaknya dilakukan secara bertahap. Karena sesungguhnya sesuatu yang pada tahap awalnya dapat dilakukan dengan mudah, maka orang akan bertambah senang untuk memasukinya dengan hati yang lapang. Pada akhirnya, dia akan bertambah baik sedikit demi sedikit. Berbeda dengan cara berda'wah yang dilakukan dengan keras dan kasar." 12

Yang dimaksudkan dengan perkataan 'mempermudah' di situ bukanlah terbatas pada orang-orang yang hampir dekat hatinya dengan Islam, sebagaimana yang dijelaskan oleh al-Hafizh, tetapi ia berlaku lebih umum dan permanen. Misalnya mempermudah jalan bagi orang yang hendak melakukan taubat, atau kepada setiap orang yang memerlukan keringanan; seperti orang yang sakit atau sudah tua usianya, atau orang yang berada di dalam keadaan yang mendesak.

Di antara keharusan yang berlaku di dalam ilmu pengetahuan ialah upaya untuk mencari ilmu-ilmu agama sejauh kemampuan yang dimiliki oleh seseorang, sesuai dengan kadar kemampuan otaknya untuk menerima ilmu pengetahuan tersebut. Dia tidak boleh mengucapkan sesuatu yang tidak cocok dengan akal pikirannya, sehingga hal itu malah berbalik menjadi fitnah bagi dirinya dan juga kepada orang lain. Sehubungan dengan hal ini Ali r.a. berkata, "Berbicaralah kepada manusia sesuai dengan kadar pengetahuan mereka. Tinggalkan apa yang tidak cocok dengan akal pikiran mereka. Apakah engkau menghendaki mereka mengatakan sesuatu yang bohong terhadap Allah dan rasul-Nya?" 13

Ibn Mas'ud r.a. berkata, "Engkau tidak layak menyampaikan sesuatu yang tidak sesuai dengan kadar kemampuan otak mereka. Jika tidak, maka engkau akan menimbulkan fitnah pada sebagian orang itu."14.


Catatan Kaki:
1 Diriwayatkan oleh Ibn 'Abd al-Barr dan lainnya dari Mu'adz, sebagai hadits marfu' dan mauquf, tetapi hadits ini lebih benar digolongkan kepada hadits mauquf.

2 Baca, Shahih al-Bukhari dan Fath al-Bari, 1:158-162, cet. Dar al-Fikr yang disalin dari naskah lama.

3 Baca Jami' Bayan al-'Ilm wa Fadhlih, karangan Ibn 'Abd al-Barr, 1:27, cet. Dar al-Kutub al-'Ilmiyyah

4 Lihatlah sifat-sifat mereka dalam buku al-Lu'lu' wa al-Marjan fima Ittafaqa 'alaih al-Syaikhani, khususnya hadits-hadits yang diriwayatkan oleh Jabir, Abu Sa'id, Ali, dan Sahal bin Hunaif (638-644).

5 Hadits Ali, Ibid.

6 Ucapan ini dikutip oleh Ibn Hazm dalam bukunya, Miftah Dar al-Sa'adah, h. 82

7 Diriwayatkan oleh para penulis Sunan Arba'ah dan al-Hakim; sebagai mana diriwayatkan oleh Thabrani dan Abu Ya'la, dan Baihaqi dari Ibn Umar; seperti yang dimuat di dalam al-Jami' as-Shaghir. (4446) dan (4447).

8 Diriwayatkan oleh Abu Dawud dari Jabir, dan diriwayatkan oleh Ahmad, Abu Dawud, dan al-Hakim dari Ibn 'Abbas. Lihat Shahih al-Jami' as-Shaghir (4362) dan (4363).

9 Hal ini disebutkan oleh Bukhari ketika memberikan komentar pada bab "Ilmu" dalam Shahih-nya. Al-Hafizh berkata dalam Fath-nya, "Hadits ini sampai Ibn Abi 'Ashim dengan isnad hasan. Dan juga diriwayatkan oleh al-Khathib dengan isnad hasan yang berbeda." 1: 161

10 al-Fath, 1: 162

11 Diriwayatkan oleh al-Syaikhani dari Anas, sebagaimana disebutkan di dalam al-Lu'lu' wa al-Marjan

12 al-Fath, 1: 163

13 Diriwayatkan oleh Bukhari dalam Kitab al-'Ilm, secara mauquf atas Ali r.a. (Lihar al-Fath. 1 225)

14 Diriwayatkan oleh Muslim dalam mukadimah as-Shahih secara mauquf atas Ibn Mas'ud. Ibid.


   FIQH PRIORITAS : Sebuah Kajian Baru Berdasarkan Al-Qur'an dan As-Sunnah  
Dr. Yusuf Al Qardhawy
Robbani Press, Jakarta. Cetakan pertama, Rajab 1416H/Desember 1996M
media.isnet.org

Sabtu, 25 Desember 2010

Negeri yang Dijanjikan

Negeri yang Dijanjikan
 Oleh : M Fuad Nasar


Diriwayatkan dalam sebuah hadis, Rasulullah SAW berkata kepada 'Adiy bin Hatim at Thaiy, ''Wahai Adiy, jika umurmu panjang, kamu akan menyaksikan kaum wanita berangkat seorang diri berkendaraan dari Hirah (Iran) menuju Ka'bah (Makkah) dengan aman, tidak suatu yang ditakutinya, kecuali Allah semata. Dan sesungguhnya kalau umurmu panjang, kamu akan ikut membuka perbendaharaan harta kekayaan Maharaja Persia (dengan membawa keadilan). Dan sesungguhnya jika umurmu panjang, kamu akan melihat orang yang membawa uang emas atau perak sepenuh-penuh tangannya mencari orang-orang miskin yang akan menerimanya, tetapi tidak seorang pun fakir miskin dijumpainya yang berhak menerimanya (karena seluruh rakyat sudah hidup makmur).'' (HR Bukhari).

Dalam hadis di atas Rasulullah mengajak pemuda Adiy membayangkan, dalam waktu yang tidak lama umat Islam akan hidup dalam sebuah negara yang aman, adil, dan makmur di bawah naungan ridho Ilahi. Dr Yusuf Qardhawi dalam bukunya Musykilatul Faqri Wa Kaifa 'Alajahal Islam menceritakan, segala nubuwat itu sudah disaksikan Adiy di masa hidupnya. Kekuasaan Raja Persia sudah dihabiskan dengan jatuhnya Ktesiphon dalam perang Qadisiyah. Adiy ikut memasuki kota itu dan menyaksikan langsung mahkota kebanggaan Maharaja Persia diboyong ke Madinah. Begitu pula tentang jaminan keamanan, Adiy menyaksikan wanita-wanita dari Iran berkendaraan lancar ke Makkah dalam perjalanan menempuh jarak ribuan kilometer tanpa suatu gangguan.

Negeri yang dijanjikan itu terwujud secara paripurna di masa kepemimpinan Khalifah Umar bin Abdul Aziz (99-101 H). Menurut riwayat Baihaqi, Khalifah Umar memerintah hanya 30 bulan. Tapi, setiap rakyatnya tidaklah meninggal dunia melainkan meninggalkan uang yang banyak, dan mereka meninggalkan wasiat supaya hartanya dibagikan kepada fakir miskin. Tetapi, tidak seorang pun di dalam negara itu ada orang yang hidup miskin. Khalifah Umar betul-betul sudah memakmurkan rakyat secara merata.

Negeri yang dijanjikan itu pasti akan terjadi di setiap zaman, jika syarat-syaratnya dipenuhi. Menurut Alquran, tidak dibutuhkan syarat yang banyak, melainkan tersimpul dalam ungkapan kata iman dan takwa. ''Kalau sekiranya penduduk negeri itu beriman dan bertakwa, maka pastilah Kami membukakan bagi mereka pintu-pintu keberkahan dari langit dan bumi. Tetapi, (bila) mereka durhaka, maka Kami siksa mereka disebabkan usaha mereka sendiri.'' (Al-A'raf: 96).

Pada ayat lain Allah berfirman, ''Dan Tuhan memberikan contoh perbandingan adanya negara yang aman tenteram, yang rezekinya berlimpah dari tiap-tiap tempat, kemudian penduduk negeri itu kufur akan nikmat Allah, maka Allah merasakan kelaparan dan ketakutan disebabkan perbuatan mereka sendiri.'' (An-Nahl: 112)

Dalam surat Saba ayat 15-20, diceritakan sebuah negara bernama Saba'. Mulanya rakyat di negeri itu hidup senang dan makmur menikmati karunia Allah. Tapi, karena mereka mendurhakai Tuhan dan berbuat aniaya di antara sesamanya, maka dalam sekejap kemakmuran itu berganti dengan kesengsaraan. Tragedi negeri Saba' hendaknya menjadi pelajaran bagi kita semua.



republika

Keajaiban Tumbuhan >> artikel HARUN YAHYA

Keajaiban Tumbuhan
HARUN YAHYA


Seorang mukmin berjalan di sebuah taman. Ia terpesona dengan keindahan taman yang merupakan kenikmatan Allah. Sesungguhnya, bagi yang sudi merenung, pada setiap benda hidup terdapat kebesaran-Nya.
Sebagai contoh, tanaman merambat yang melingkarkan tubuhnya mengelilingi sebuah dahan atau benda lain, merupakan fenomena yang perlu dipikirkan secara seksama. Jika pertumbuhan tanaman ini direkam dan dipertunjukkan ulang dengan cepat, akan terlihat bahwa tanaman merambat ini bergerak seolah-olah ia adalah makhluk yang memiliki kesadaran. Ia seolah-olah melihat dahan yang berada tepat di hadapannya, lalu ia mengulurkan dirinya ke arah dahan tersebut dan mengikatkan diri ke dahan seperti tali lasso.
Seorang mukmin yang menyaksikan semua ini kembali sadar bahwa Allah telah menciptakan semua benda hidup, dan bahwa Dia menciptakannya sebagai sistem yang unik dan tanpa cacat.
Ketika seseorang terus mengamati gerakan-gerakan tanaman ini, ia menemukan satu ciri menarik lain dari tumbuhan tersebut. Ia melihat bahwa batang tanaman merambat tersebut dengan kuat melekatkan dirinya di atas permukaan dimana ia berada dengan menjulurkan lengan-lengan sampingnya. Bahan yang kental yang diproduksi oleh tanaman yang tidak memiliki kesadaran tersebut merekat sedemikian kuat sehingga ketika tanaman ini dicoba untuk dipindahkan dengan cara menariknya dari tempat ia berada, maka cat yang ada ditembok akan ikut terangkat juga.
Begitupun dengan pepohonan. Pernahkan kita memikirkan bagaimana air mencapai dedaunan yang tinggi? Tidaklah mungkin bagi air dalam sebuah tanki di bagian bawah bangunan anda untuk naik ke lantai yang lebih atas tanpa adanya sebuah tanki hidroforik atau mesin pompa air yang kuat. Anda tidak akan mampu memompa air kendatipun hanya sampai ke lantai pertama. Oleh karena itu, sudah seharusnya ada sistem pemompaan yang mirip dengan mesin hidrofonik yang dimiliki oleh pohon.
Allah telah menciptakan untuk tiap-tiap pohon semua sarana dan perlengkapan yang diperlukan. Tambahan lagi, sistem pemompaan di setiap pohon terlalu canggih dibandingkan dengan yang ada di bangunan tempat tinggal manusia.
Hal lain yang dapat dipikirkan berhubungan dengan dedaunan. Dedaunan itu sesungguhnya bukan bentuk sederhana seperti yang terlihat mata. Dedaunan, misalnya, adalah sesuatu yang rentan dan mudah rusak. Namun, daun-daun ini tidak kering kerontang karena panasnya terik sinar matahari yang menyengat. Ketika seorang manusia berada pada suhu 40oC dalam waktu yang sebentar, warna kulitnya berubah, ia menderita dehidrasi. Sebaliknya, daun mampu untuk tetap hijau di bawah panas matahari yang menyengat tanpa terbakar selama berhari-hari, bahkan berbulan-bulan meskipun sangat sedikit sekali jumlah air yang mengalir melalui pembuluh-pembuluhnya yang mirip benang. Ini adalah sebuah keajaiban penciptaan yang menunjukkan bahwa Allah menciptakan segala sesuatu dengan ilmu yang tak tertandingi.
Begitulah, ketika menyusuri taman, kita memahami semua itu merupakan perwujudan sifat-Nya Yang Maha Indah (Al-Jamaal). Lihatlah: bunga daisy yang menguning. Kupu-kupu dengan ekornya yang indah meliuk di sela bunga.
Kupu-kupu, misalnya, adalah makhluk yang sangat indah dan elok untuk dilihat. Kupu-kupu, yang memiliki sayap dengan simetri dan disain semacam renda yang demikian teliti sehingga terlihat seolah-olah dilukis dengan tangan, dengan warna yang harmoni dan dipenuhi fosfor sehingga berpendar, adalah bukti daya seni yang tak tertandingi dari ciptaan Allah.
Banyaknya jenis tanaman dan pohon yang tak terhitung di muka bumi merupakan bagian dari keindahan ciptaan Allah. Bunga-bunga dengan warna yang beraneka-ragam dan berbagai bentuk pepohonan telah diciptakan sedemikian rupa sehingga memberikan kenyamanan bagi manusia.
Seseorang yang memiliki keimanan akan berpikir bagaimana bunga seperti mawar, violet, daisy, hyacinth, anyelir, anggrek dan bunga-bunga lainnya memiliki permukaan yang sedemikian mulus, bagaimana mereka muncul dari biji-biji mereka dalam keadaan yang halus sama sekali tanpa ada lipatan-lipatan, bagaikan telah disetrika.
Satu lagi keajaiban ciptaan Allah adalah aroma sedap yang menakjubkan dari bunga-bunga ini. Mawar, misalnya, memiliki wangi yang tidak pernah berubah yang selalu dikeluarkannya. Bahkan dengan teknologi paling maju sekalipun, bau yang menyamai mawar tidak dapat dibuat.
Penelitian di laboratorium-laboratorium untuk menyerupai bau ini belum mendatangkan hasil yang memuaskan. Aroma parfum yang diproduksi dengan meniru bau mawar pada umumnya memiliki bau harum yang sedemikian kuat sehingga mengganggu orang. Tetapi bau asli dari bunga mawar tidak menimbulkan gangguan apapun bagi manusia.
Orang yang beriman sadar bahwa segala sesuatu ini diciptakan Allah agar ia memuji-Nya. Sadar akan hal ini, seseorang yang menyaksikan keindahan kebun ketika sedang berjalan-jalan akan mengagungkan Allah seraya mengatakan, ''Maa syaa Allahu, laa quwwata illaa billaah (sungguh atas kehendak Allah semua ini terwujud, tiada kekuatan kecuali dengan pertolongan Allah)'' (QS. Al-Kahfi, 18: 39).